HECTING PERINIUM
DISUSUN UNTUK
MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
MATERNITAS I
Disusun
oleh :
RONI TASUGALEN
(09061038)
UNIKA DE LA SALLE MANADO
FAKULTAS KEPERAWATAN
2011
PRAKATA
Puji dan syukur serta hormat dipersembahkan ke Hadirat Tuhan
Yang Maha Esa, karena berkat dan kasih karunia-Nya sehingga proses pembuatan
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini
yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah Maternitas I Praktek Fakultas
Keperawatan Unika De La Salle Manado 2010
semester v. Adapun judul makalah yang saya buat ini yaitu Hecting Perinium.
Dengan segala keterbatasan yang ada pada
penulis, makalah ini tidak mungkin dapat terselesaikan sesuai dengan yang
direncanakan, jika tidak ada sumbangsi dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis
kami menyampaikan rasa terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu penulis
dalam proses penyelesaian makalah ini.
Apabila makalah ini terdapat kekurangan,
kekeliruan ataupun kesalahan dalam penulisan ini, maka penulis memohon maaf
atas kekeliruan ataupun kesalahan yang terdapat dalam makalah ini. Untuk itu
bila ada kekurangan atau kesalahan dalam pembuatan makalah ini kami minta
tanggapan yang bersifat membangun untuk menyempurnakan makalah ini dari teman-teman sekalian dan para pembaca.
Akhir kata semoga makalah ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi kita semua.
Manado, November 2011
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Robekan
jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi
banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi,
yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan
dapat berasal dari perineum vagina, servik dan robekan uterus. Perdarahan dapat
dalam bentuk hematoma dan robekan jalan lahir dengan perdarahan yang bersifat
arteril atau pecahnya pembuluh darah vena. Untuk dapat menetapkan sumber perdarahan
dapat dilakukan dengan pemeriksaan dalam atau spekulum.
Perdarahan
karena robekan jalan lahir banyak dijumpai pada pertolongan persalinan. Jika
perlukaan hanya mengenai bagian luar (superfisial) saja atau jika perlukaan
tersebut tidak mengeluarkan darah, biasanya tidak perlu dijahit. Hanya
perlukaan yang lebih dalam dimana jaringannya tidak bisa didekatkan dengan baik
atau perlukaan yang aktif mengeluarkan darah memerlukan suatu penjahitan. Hecting digunakan untuk mendekatkan tepi luka dengan benang sampai
sembuh dan cukup untuk menahan beban fisiologis.
1.2
Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1.
Apakah pengertian dari hecting
dan hecting perineum?
2.
Sebutkan macam-macam hecting?
3.
Sebutkan benang untuk hecting
perineum?
4.
Apakah komplikasi hecting
tersebut?
5.
Bagaimana perawatan luka hecting
perineum?
6.
Bagaimana suatu Asuhan Keperawatan Hecting perineum tersebut?
1.3
Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Mengetahui pengertian hecting
dan hecting perineum
2.
Menyebutkan macam-macam hecting.
3.
Menyebutkan benang untuk hecting
perineum.
4.
Mengetahui komplikasi dari proses hecting.
5.
Mengetahui cara perawatan luka dari hecting perineum.
6.
Mengetahui pembuatan suatu Asuhan Keperawatan Hecting perineum.
1.4
Manfaat Penulisan
Manfaat yang diharapkan dari
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.
Untuk memberikan gambaran tentang proses dan mekanisme hecting
2.
Sebagai bahan masukan untuk memperluas dan memperdalam
pemahaman tentang proses proses dan mekanisme hecting.
1.5
Metode Penulisan
Metode penulisan makalah yang digunakan oleh penulis adalah
sebagai berikut :
1.
BAB I adalah
pendahuluan, terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, mamfaat penulisan dan metode
penulisan.
2.
BAB II adalah tinjauan
pustaka terdiri dari pengertian rupture perineum dan episiotomi, jenis-jenis
robekan perineum dan episiotomy, hecting
perineum, macam-macam hecting, benang
untuk hecting perineum, komplikasi hecting, perawatan luka hecting perineum.
3.
BAB III adalah Asuhan
Keperawatan Hecting perineum terdiri
dari anatomi sistem reproduksi wanita, fisiologi sistem reproduksi wanita,
etiologi hecting perineum, pengkajian
pada pasien dan diagnosa keperawatan, intervensi dan rasional.
4.
BAB V adalah kesimpulan
dan saran.
5.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Rupture Perineum Dan
Episiotomi
Ruptur
perineum adalah robekan yang terjadi pada saat
bayi lahir baik secara spontan maupun dengan alat atau tindakan. Robekan perineum
umumnya terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala
janin lahir terlalu cepat. Robekan terjadi pada hampir semua primipara (Wiknjosastro,
2005, hlm 665).
Pengertian
ruptur sesuai dengan kamus kedokteran adalah robeknya atau koyaknya jaringan
(Dorland,1998). Perineum merupakan ruang berbentuk jajaran genjang yang
terletak di bawah dasar panggul. Batas superior yaitu dasar panggul yang
terdiri dari musculus levator ani dan musculus coccygeus. Batas lateral tulang
dan ligamentum yang membentuk pintu bawah panggul, yaitu depan ke belakang
angulus pubicus, ramus ischiopubicus, tuber ischiadicum, ligamentum
sacrotuberosum, dan oscoccyges. Batas inferior yaitu kulit dan vagina (Oxorn,
2003). Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu
persalinan (Mohtar, 1998).
Episiotomi
adalah perobekan yang dibuat di perineum
antara lubang vagina dan anus untuk mempermudah keluarnya bayi. Perobekan
ini dilakukan dengan gunting bius lokal ketika kepala bayi tampak. Jika
dilakukan terlalu dini sebelum kelangkang menipis, otot-otot, kulit dan
pembuluh-pembuluh darah akan rusak dan perdarahan bisa lebih banyak.
Episiotomi
adalah inisiasi pada perineum yang
menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin himen, jaringan septum
rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum, serta kulit sebelah
depan perineum untuk melebarkan jalan lahir sehingga mempermudah
kelahiran (Mansjoer, et all, 2001).
Episiotomi yaitu
tindakan bedah ringan berupa irisan di daerah perineum antara lubang kemaluan dan lubang anus (Indiarti,
2009).
2.2
Jenis-Jenis
Robekan Perineum Dan Jenis-Jenis Episiotomi
·
Tingkat 1: robekan
hanya terjadi pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai kulit
perineum
·
Tingkat 2: robekan
mengenai selaput lender vagina dan otot perineum transfersalis, tetapi tidak
mengenai otot sphingter ani.
·
Tingkat 3: robekan
mengenai perineum sampai dengan otot sphingter ani
·
Tingkat 4: robekan
mengenai perineum sampai dengan otot sphingter ani dan mukosa rectum.
b.
Jenis-Jenis Episiotomi
Yaitu:
·
Episiotomi Mediolateralis dari garis tengah ke samping
menjauhi anus.
·
Episiotomi Lateralis 1-2 cm diatas commisuro posterior ke
samping.
·
Episiotomi Sekunder adalah ruptur perinii yang spontan atau
episiotomi medialis yang melebar sehingga dimungkinkan menjadi ruptura perinii
totalis maka digunting ke samping.
2.3
Hecting Perinium
Hecting adalah suatu tindakan untuk
mendekatkan tepi luka dengan benang sampai sembuh dan cukup untuk menahan beban
fisiologis.
Hecting perineum
adalah suatu cara untuk menyatukan kembali jaringan tubuh (dalam hal perineum) dan mencegah kehilangan darah yang
tidak perlu dan mempertahankan integritas dasar panggul ibu.
2.4 Macam –
Macam Hecting
1.
Jahitan Kulit;
·
Jahitan interrupted :
Jahitan simple interrupted (Jahitan satu demi satu)
Merupakan jenis jahitan yang paling dikenal dan paling banyak digunakan. Jarak antara jahitan sebanyak 5-7 mm dan batas jahitan dari tepi luka sebaiknya 1-2 mm. Semakin dekat jarak antara tiap jahitan, semakin baik bekas luka setelah penyembuhan.
Merupakan jenis jahitan yang paling dikenal dan paling banyak digunakan. Jarak antara jahitan sebanyak 5-7 mm dan batas jahitan dari tepi luka sebaiknya 1-2 mm. Semakin dekat jarak antara tiap jahitan, semakin baik bekas luka setelah penyembuhan.
·
Jahitan Matras
a.
Jahitan matras Vertikal
Jahitan
jenis ini digunakan jika tepi luka tidak bisa dicapai hanya dengan mengunakan
jahitan satu demi satu. Misalnya di daerah yang tipis lemak subkutisnya dan
tepi luka cenderung masuk kedalam.
b.
Jahitan matras horizontal
Jahitan ini
digunakan untuk menautkan fassia dan aponeurosis. Jahitan ini tidak boleh digunakan
untuk menjahit lemak subkutis karena membuat kulit diatansa terliat lebih
bergelombang.
·
Jahitan Continous
a.
Jahitan jelujur : lebih cepat
dibuat, lebih kuat dan pembagian tekanannya lebih rata bila dibandingkan dengan
jahitan terputus. Kelemahannya jika benang putus / simpul terurai seluruh tepi
luka akan terbuka.
a.
Jahitan interlocking, feston
b.
Jahitan kantung tembakau (tabl sac)
b.
Jahitan Subkutis
a.
Jahitan continous : jahitan terusan
subkutikuler atau intrademal. Digunakan jika ingin dihasilkan hasil yang baik
setelah luka sembuh. Juga untuk menurunkan tengan pad aluka yang lebar sebelum
dilakukan penjahitan satu demi satu.
b.
Jahitan interrupted dermal stitch
c.
Jahitan Dalam
Pada luka
infeksi misalnya insisi abses, dipasang dren. Dren dapat dibuat dari guntingan
sarunga tangan fungsi dren adalah mengelirkan cairan keluar berupa darah atau
serum.
2.5 Benang Untuk Hecting Perineum
1.
Seide
(Silk/Sutra)
Bersifat
tidak licin seperti sutera biasa karena sudah dikombinasi dengan perekat, tidak
diserap oleh tubuh. Pada penggunaan disebelah luar, maka benang harus dibuka
kembali. Berguna untuk menjahit kulit, mengikat pembuluh arteri besar. Ukuran
yang sering digunakan adalah nomor 2 nol 3 nol, 1 nol dan nomor 1.
2.
Plain
Catgut
Bersifat dapat diserap tubuh, penyerapan berlangsung
dalam waktu 7–10 hari dan warnanya putih kekuningan. Berguna untuk mengikat
sumber pendarahan kecil, menjahit subcutis dan dapat pula digunakan untuk
bergerak dan luas lukanya kecil. Benang ini harus dilakukan penyimpulan 3 kali
karena dalam tubuh akan mengembang. Bila penyimpulan dilakukan hanya 2 kali
akan terbuka kembali.
3.
Chromic
CatguT
Bersifat dapat diserap oleh tubuh, penyerapannya lebih
lama yaitu sampai 20 hari. Chromic Catgut biasanya menyebabkan reaksi inflamasi
yang lebih besar dibandingkan dengan plain catgut. Berguna untuk penjahitan
luka yang dianggap belum merapat dalam waktu 10 hari dan bila mobilitas harus
segera dilakukan.
Catgut kromik adalah benang catgut yang telah
dikombinasi dengan garam-garaman krom. Fungsi garam-garaman krom adalah menunda
proses proteolisis yang menyebabkan catgut dapat direabsorpsi,sehingga
memperpanjang waktu agar benang dapat dipertahankan dalam jaringan bersama-sama
selama proses penyembuhan.
Jenis dan
ukuran benang untuk penajhitan luka perineum:
·
Catgut kromik 4-0
a.
Perbaikan dining anterior rektum
pada laserasi derajat empat
b.
Perbaikan laserasi klitoris
c.
Perbaikan ditempat lain apabila
memerlukan benang yang sangat halus
·
Catgut kromik 3-0
a.
Perbaikan mukosa vagina
b.
Jahitan subkutan
c.
Jahitan subkutikula
d.
Perbaikan laserasi periuretra
·
Catgut kromik 2-0
a.
Perbaikan sfingter ani ekstra
b.
Perbaikan laserasi serviks
c.
Perbaikan laserasi dinding vagina
lateral
d.
Jahitan dalam terputus-putuspada
otot pelvis
2.6 Komplikasi Hecting
·
Overlapping:
Terjadi sebagai akibat tidak dilakukan adaptasi luka sehingga luka menjadi
tumpang tindih dan luka mengalami penyembuhan yang lambat dan apabila sembuh
maka hasilnya akan buruk.
·
Nekrosis: Jahitan yang
terlalu tegang dapat menyebabkan avaskularisasi sehingga menyebabkan kematian
jaringan.
·
Infeksi: Infeksi
dapat terjadi karena tehnik penjahitan yang tidak steril, luka yang telah
terkontaminasi, dan adanya benda asing yang masih tertinggal.
·
Perdarahan: Terapi
antikoagulan atau pada pasien dengan hipertensi.
·
Hematoma: Terjadi pada
pasien dengan pembuluh darah arteri terpotong dan tidak dilakukan
ligasi/pengikatan sehingga perdarahan terus berlangsung dan menyebabkan
bengkak.
·
Dead space (ruang/rongga mati): Yaitu adanya rongga pada luka yang terjadi karena
penjahitan yang tidak lapis demi lapis.
·
Sinus: Bila luka
infeksi sembuh dengan meninggalkan saluran sinus, biasanya ada jahitan
multifilament yaitu benang pada dasar sinus yang bertindak sebagai benda asing.
·
Dehisensi: Adalah luka
yang membuka sebelum waktunya disebabkan karena jahitan yang terlalu kuat atau
penggunaan bahan benang yang buruk.
·
Abses: Infeksi
hebat yang telah menghasilkan produk pus/nanah
2.7 Perawatan Luka Hecting Perinium
1.
Penanganan Komplikasi
·
Jika terdapat hematoma, darah
dikeluarkan. Jika tidak ada tanda infeksi dan perdarahan sudah berhenti,
lakukan penjahitan.
·
Jika terdapat infeksi, buka dan
drain luka. Lalu berikan terapi ampisilin 500 mg per oral 4 x sehari selama 5 hari
dan metronidazol 400 mg per oral 3 x sehari selama 5 hari.
2. Perawatan
Pasca Tindakan
·
Apabila terjadi robekan tingkat IV
(Robekan sampai mukosa rektum), berikan anti biotik profilaksis dosis tunggal Ampisilin
500 mg per oral dan metronidazol 500 mg per oral.
·
Observasi tanda-tanda infeksi
·
Jangan lakukan pemeriksaan rektal
selama 2 minggu
·
Berikan pelembut feses selama
seminggu per oral
BAB III
ASKEP HECTING PERINIUM
3.1 Anatomi Sistem Reproduksi Wanita
·
Genitalia Interna
· Uterus
Suatu
organ muskular berbentuk seperti buah pir, dilapisi peritoneum (serosa). Selama
kehamilan berfungsi sebagai tempat implatansi, retensi dan nutrisi konseptus. Pada
saat persalinan dengan adanya kontraksi dinding uterus dan pembukaan serviks
uterus, isi konsepsi dikeluarkan. Terdiri dari corpus, fundus, cornu, isthmus
dan serviks uteri. Bentuk dan ukuran bervariasi serta dipengaruhi usia dan
paritas seorang wanita. Sebelum pubertas panjangnya bervariasi antara 2,5−3,5
cm. Uterus wanita nulipara dewasa panjangnya antara 6−8 cm sedang pada wanita
multipara 9-10 cm. Berat uterus wanita yang pernah melahirkan antara 50-70
gram, sedangkan pada wanita yang belum pernah melahirkan 80 gram atau lebih.
·
Ligamenta penyangga
uterus
Ligamentum latum uteri, ligamentum rotundum uteri,
ligamentum cardinale, ligamentum ovarii, ligamentum sacrouterina propium,
ligamentum infundibulopelvicum, ligamentum vesicouterina, ligamentum
rectouterina.
· Salping
/ Tuba Falopii
Embriologik uterus dan tuba berasal dari
ductus Mulleri. Sepasang tuba kiri-kanan, panjang 8-14 cm, berfungsi sebagai
jalan transportasi ovum dari ovarium sampai cavum uteri. Dinding tuba terdiri
tiga lapisan : serosa, muskular (longitudinal dan sirkular) serta mukosa dengan
epitel bersilia. Terdiri dari pars interstitialis, pars isthmica, pars
ampularis, serta pars infundibulum dengan fimbria, dengan karakteristik silia
dan ketebalan dinding yang berbeda-beda pada setiap bagiannya.
· Ovarium
Organ endokrin berbentuk oval, terletak
di dalam rongga peritoneum, sepasang kiri-kanan. Dilapisi mesovarium, sebagai
jaringan ikat dan jalan pembuluh darah dan saraf. Terdiri dari korteks dan
medula.
Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan
pematangan folikel menjadi ovum (dari sel epitel germinal primordial di lapisan
terluar epital ovarium di korteks), ovulasi (pengeluaran ovum), sintesis dan
sekresi hormon-hormon steroid (estrogen oleh teka interna folikel, progesteron
oleh korpus luteum pascaovulasi). Berhubungan dengan pars infundibulum tuba
Falopii melalui perlekatan fimbriae. Fimbriae “menangkap” ovum yang dilepaskan
pada saat ovulasi.
Ovarium terfiksasi oleh ligamentum
ovarii proprium, ligamentum infundibulopelvicum dan jaringan ikat mesovarium.
Vaskularisasi dari cabang aorta abdominalis inferior terhadap arteri renalis.
·
Genitalia Eksterna
·
Vulva
Tampak
dari luar (mulai dari mons pubis sampai tepi perineum), terdiri dari mons pubis,
labia mayora, labia minora, clitoris, hymen, vestibulum, orificium urethrae
externum, kelenjar-kelenjar pada dinding vagina.
·
Mons pubis / mons veneris
Lapisan
lemak di bagian anterior symphisis os pubis. Pada masa pubertas daerah ini
mulai ditumbuhi rambut pubis.
·
Labia mayora
Lapisan
lemak lanjutan mons pubis ke arah bawah dan belakang, banyak mengandung pleksus
vena. Homolog embriologik dengan skrotum pada pria. Ligamentum rotundum uteri
berakhir pada batas atas labia mayora. Di bagian bawah perineum, labia mayora
menyatu (pada commisura posterior).
·
Labia minora
Lipatan
jaringan tipis di balik labia mayora, tidak mempunyai folikel rambut. Banyak
terdapat pembuluh darah, otot polos dan ujung serabut saraf.
·
Clitoris
Terdiri
dari caput/glans clitoridis yang terletak di bagian superior vulva, dan corpus
clitoridis yang tertanam di dalam dinding anterior vagina. Homolog embriologik dengan
penis pada pria.Terdapat juga reseptor androgen pada clitoris. Banyak pembuluh
darah dan ujung serabut saraf, sangat sensitif.
·
Vestibulum
Daerah
dengan batas atas clitoris, batas bawah fourchet, batas lateral labia minora.
Berasal dari sinus urogenital. Terdapat 6 lubang/orificium, yaitu orificium
urethrae externum, introitus vaginae, ductus glandulae Bartholinii kanan-kiri
dan duktus Skene kanan-kiri. Antara fourchet dan vagina terdapat fossa
navicularis.
·
Introitus / orificium vagina
Terletak
di bagian bawah vestibulum. Pada gadis (virgo) tertutup lapisan tipis bermukosa
yaitu selaput dara / hymen, utuh tanpa robekan. Hymen normal terdapat lubang
kecil untuk aliran darah menstruasi, dapat berbentuk bulan sabit, bulat, oval,
cribiformis, septum atau fimbriae. Akibat coitus atau trauma lain, hymen dapat
robek dan bentuk lubang menjadi tidak beraturan dengan robekan (misalnya
berbentuk fimbriae). Bentuk himen postpartum disebut parous. Corrunculae
myrtiformis adalah sisa2 selaput dara yang robek yang tampak pada wanita pernah
melahirkan / para. Hymen yang abnormal, misalnya primer tidak berlubang (hymen
imperforata) menutup total lubang vagina, dapat menyebabkan darah menstruasi
terkumpul di rongga genitalia interna.
·
Vagina
Rongga
muskulomembranosa berbentuk tabung mulai dari tepi cervix uteri di bagian
kranial dorsal sampai ke vulva di bagian kaudal ventral. Daerah di sekitar
cervix disebut fornix, dibagi dalam 4 kuadran : fornix anterior, fornix
posterior, dan fornix lateral kanan dan kiri. Vagina memiliki dinding ventral
dan dinding dorsal yang elastis. Dilapisi epitel skuamosa berlapis, berubah
mengikuti siklus haid.
Fungsi
vagina untuk mengeluarkan ekskresi uterus pada haid, untuk jalan lahir dan
untuk kopulasi (persetubuhan). Bagian atas vagina terbentuk dari duktus
Mulleri, bawah dari sinus urogenitalis. Batas dalam secara klinis yaitu
fornices anterior, posterior dan lateralis di sekitar cervix uteri. Titik
Grayenbergh (G-spot), merupakan titik daerah sensorik di sekitar 1/3 anterior
dinding vagina, sangat sensitif terhadap stimulasi orgasmus vaginal.
·
Perineum
Daerah
antara tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Batas otot-otot diafragma
pelvis (m.levator ani, m.coccygeus) dan diafragma urogenitalis (m.perinealis
transversus profunda, m.constrictor urethra). Perineal body adalah raphe median
m.levator ani, antara anus dan vagina. Perineum meregang pada persalinan,
kadang perlu dipotong (episiotomi) untuk memperbesar jalan lahir dan mencegah
ruptur.
3.2 Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita
Sistem
reproduksi dan adaptasi fisiologis pada post partum :
1)
Proses Involusi
Proses
kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut involusi.
Proses dimulai setelah plasenta keluar akibat konstraksi otot-otot polos
uterus. Pada akhir persalinan tahap III, uterus berada digaris tengah,
kira-kira 2 cm dibawah umbilikus dengan fundus bersandar pada promontorium sakralis.
Ukuran uterus saat kehamilan enam minggu beratnya kira15 kira 1000 gr. Dalam
waktu 12 jam, tinggi fundus kurang lebih 1 cm
diatas
umbilikus. Fundus turun kira-kira 1-2 cm setiap 24 jam. Pada hari keenam fundus
normal berada dipertengahan antara umbilikus dan simfisis fubis. Seminggu
setelah melahirkan uterus berada didalam panggul sejati lagi, beratnya
kira-kira 500 gr, dua minggu beratnya 350 gr, enam minggu berikutnya mencapai
60 gr.
2)
Konstraksi Uterus
Intensitas
kontraksi uterus meningkat segera setelah bayi lahir, diduga adanya penurunan
volume intrauterin yang sangat besar. Hemostatis pascapartum dicapai akibat
kompresi pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan
pembekuan. Hormon desigen dilepas dari kelenjar
hipofisis
untuk memperkuat dan mengatur konstraksi. Selama 1-2 jam I
pascapartumintensitas konstraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak
teratur, karena untuk mempertahankan kontraksi uterus biasanya disuntikkan
aksitosan secara intravena atau intramuscular diberikan setelah plasenta lahir.
3)
Tempat Plasenta
Setelah
plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontriksi vaskuler dan trombosis menurunkan
tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan bernodul tidak teratur.
Pertumbuhan endometrium menyebabkan pelepasan jaringan nekrotik dan 10 hari
setelah bayi lahir, warna cairan ini menjadi kuning sampai putih (lochea
alba). Lochea alba mengandung leukosit, desidua,sel epitel, mucus,
serum dan bakteri. Lochea alba bertahan selama 2-6 minggu setelah bayi lahir.
4)
Serviks
Serviks
menjadi lunak setelah ibu malahirkan. 18 jam pascapartum, serviks memendek dan
konsistensinya lebih padat.
5)
Vagina dan Perinium
Estrogen
pascapartum yang menurun berperan dalam penipisan mucosa vagina dan hilangnya
rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap keukuran
sebelum hamil, 6-8 minggu setelah bayi lahir . Rugae akan kembali terlihat pada
sekitar minggu keempat.
6)
Payudara
Konsentrasi
hormon yang menstimulasi perkembangan payudara selama wanita hamil (estrogen,
progesteron, human chrorionic gonadotropin, prolaktin, dan insulin)
menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Hari ketiga atau keempat pascapartum terjadi
pembengkakan (engorgement). Payudara bengkak, keras, nyeri bila ditekan,
dan hangat jika diraba (kongesti pembuluh darah menimbulkan rasa hangat).
Pembengkakan dapat hilang dengan sendirinya dan rasa tidak nyaman berkurang
dalam 24 jam sampai 36 jam. Apabila bayi belum menghisap (atau dihentikan),
laktasi berhenti dalam beberapa hari sampai satu minggu.
7) Laktasi
Sejak kehamilan muda, sudah terdapat persiapan-persiapan pada
kelenjar-kelanjar untuk menghadapi masa laktasi. Proses ini timbul setelah
ari-ari atau plasenta lepas. Ari-ari mengandung hormon penghambat prolaktin
(hormon placenta) yang menghambat pembentukan ASI. Setelah ari-ari lepas
,hormon
placenta tak ada lagi sehingga terjadi produksi ASI. Sempurnanya ASI
keluar 2-3 hari setelah melahirkan. Namun sebelumnya di payudara sudah
terbentuk kolostrum yang bagus sekali untuk bayi, karena mengandung zat kaya
Gizi dan antibodi pembunuh kuman
8) Sistem Endokrin
Selama postpartum terjadi penurunan hormon human placenta
latogen (HPL), estrogen dan kortisol serta placental enzime insulinase membalik
efek diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun pada masa
puerperium. Pada wanita yang tidak menyusui, kadar estrogen meningkat pada
19 minggu kedua setelah melahirkan dan lebih tinggi dari wanita
yang menyusui pascapartum hari ke-17 (Bobak, 2004: 496).
9) Sistem Urinarius
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi)
turut menyebabkan peningkatan fungís ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid
setelah wanita melahirkan akan mengalami penurunan fungsi ginjal selama masa
pascapartum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu 1 bulan setelah wanita melahirkan.
Trauma terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses melahirkan, yakni
sewaktu bayi melewati hiperemis dan edema. Kontraksi kandung kemih biasanya
akan pulih dalam 5-7 hari setelah bayi lahir (Bobak, 2004:497-498).
10) Sistem Cerna
Ibu biasanya lapar setelah melahirkan sehingga ia boleh mengkonsumsi
makanan ringan. Penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama
waktu yang singkat setelah bayi lahir. Buang air besar secara spontan bisa
tertunda selama tiga hari setelah ibu melahirkan yang disebabkan karena tonus
otot usus menurun selama proses persalinan dan pada awal masa pascapartum.
Nyeri saat defekasi karena nyeri diperinium akibat episiotomi, laserasi, atau
hemoroid (Bobak, 2004: 498)
3.3 Etiologi
Robekan
perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga
pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan
menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat.
Sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan di tahan terlampau kuat dan
lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan dalam tengkorak janin,
dan melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena direnggangkan
terlalu lama.
Robekan
perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala
janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil dari pada biasa
sehinga kepala janin terpaksa lahir lebih kebelakang dari pada biasa, kepala
janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar dari pada
sirkumferensia suboksipito bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan
vagina. (Sarwono Prawirohardjo)
Persalinan
dengan episiotomi disebabkan adanya persalinan yang lama: gawat janin (janin
prematur, letak sungsang, janin besar), tindakan operatif dan gawat ibu
(perineum kaku, riwayat robekan perineum lalu, arkus pubis sempit). Persalinan
dengan episiotomi mengakibatkan terputusnya jaringan yang dapat menyebabkan
menekan pembuluh syaraf sehingga timbul rasa nyeri dimana ibu akan merasa cemas
sehingga takut BAB dan ini menyebabkan Resti konstipasi. Terputusnya jaringan
juga merusak pembuluh darah dan menyebabkan resiko defisit volume
cairan.Terputusnya jaringan menyebabkan resti infeksi apabila tidak dirawat
dengan baik kuman mudah berkembang karena semakin besar mikroorganisme masuk ke
dalam tubuh semakin besar resiko terjadi infeksi.
3.4 Pengkajian Pada Pasien
Pengkajian
yang dilakukan pada pasien adalah dengan cara mengumpulkan data yaitu identitas
klien/biodata, anamnesa dan pemeriksaan fisik (data objektif). Data kajian yang
harus diperhatikan adalah sebagai berikut :
1.
Tekanan darah
Tekanan darah sedikit meningkat karena upaya
persalinan dan keletihan, keadaan ini akan normal kembali dalam waktu 1 jam.
2.
Nadi
Nadi kembali ke frekuensi normal dalam waktu 1 jam
dan mungkin terjadi sedikit bradikardi (50 sampai 70 kali permenit).
3.
Suhu tubuh
Suhu tubuh mungkin meningkat bila terjadi dehidrasi.
4.
Payudara
Produksi kolostrom 48 jam pertama, berlanjut pada
susu matur biasanya pada hari ke-3, mungkin lebih dini tergantung kapan
menyusui dimulai.
5.
Fundus uteri
Fundus harus berada dalam midline, keras dan 2 cm
dibawah umbilicus. Bila uterus lembek , lakukan masase sampai keras. Bila
fundus bergeser kearah kanan midline , periksa adanya distensi kandung kemih.
6.
Kandung kemih
Diuresis diantara hari ke-2 dan ke-5, kandung kemih
ibu cepat terisi karena diuresis post partum dan cairan intra vena.
7.
Lochea
Lochea rubra berlanjut sampai hari ke-23, menjadi
lochea serosa dengan aliran sedang. Bila darah mengalir dengan cepat, dicurigai
terjadinya robekan servik.
8.
Perineum
Episiotomi dan perineum harus bersih, tidak
berwarna, dan tidak edema dan jahitan harus utuh.
9.
Nyeri/ Ketidaknyamanan
Nyeri tekan payudara/ pembesaran dapat terjadi
diantara hari ke-3 dampai ke-5 post partum. Periksa adanya nyeri yang
berlebihan pada perineum dan adanya kematian dibawah episiotomi.
10. Makanan
/ Cairan
Kehilangan nafsu makan dikeluhkan kira-kira hari
ke-3.
11. Interaksi
anak-orang tua
Perlu diperhatikan ekspresi wajah orang tua ketika
melihat pada bayinya, apa yang mereka dan apa yang mereka lakukan. Responrespon
negatif yang terlihat jelas menandakan adanya masalah.
12. Integritas
ego
Peka rangsang, takut / menangis (”post partum
Blues”) sering terlihat kira-kira 3 hari setelah melahirkan.
3.5 Diagnosa keperawatan, Intervensi Dan
Rasional
·
Gangguan nyeri
berhubungan dengan terputusnya jaringan sekunder terhadap luka episiotomy dan rupture perineum.
1. Tujuan
:
Mencegah atau meminimalkan rasa nyeri.
2. Kriteria
a)
Nyeri berkurang atau
hilang.
b)
Ekspresi wajah rileks.
c)
Pasien mampu melakukan
tindakan dan mengungkapkan intervensi untuk mengatasi nyeri dengan cepat.
d) Tanda-tanda
vital normal (tekanan darah 120/ 80 mm Hg. Nadi 80-88 x/ menit)
3. Intervensi
a) Tentukan
lokasi dan sifat nyeri.
Rasional : mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhan
khusus dan intervensi yang tepat
b) Inspeksi
perbaikan perineum dan episiotomy
Rasional : dapat menunjukkan trauma berlebihan pada
jaringan perineal dan atau terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi atau
intervensi lebih lanjut.
c) Anjurkan
klien untuk duduk dengan mengkontraksikan otot gluteal.
Rasional : penggunaan pengencangan gluteal saat
duduk menurunkan strees dan tekanan langsung pada perineum.
d) Berikan
informasi tentang berbagai startegi untuk menurunkan nyeri, misalnya teknik
relaksasi dan distraksi.
Rasional : membantu menurunkan/ memberikan rasa
nyaman.
e) Kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian analgetik
Rasional : memberikan kenyamanan sehinggan klien
dapat memfokuskan pada perawatan sendiri dan bayinya.
·
Resiko infeksi
berhubungan dengan trauma jaringan dan atau kerusakan kulit.
1. Tujuan
:
Infeksi tidak terjadi.
2. Kriteria
:
a. Luka
episiotomi sembuh dengan sempurna dan tidak ada tanda-tanda infeksi (color,
tumor, dolor, dan fungsio laesa)
b. Pasien
mampu mendemontrasikan teknik-teknik untuk meningkatkan penyembuhan.
c. Tanda-tanda
vital dalam batas normal (36-37º C)
d. Nutrisi
terpenuhi (adekuat)
3. Intervensi
:
a) Kaji
adanya perubahan suhu.
Rasional : Peningkatan suhu sampai 38,3º C pada 2-10
hari setelah melahirkan sangat menandakan infeksi.
b) Observasi
kondisi episiotomi seperti adanya kemerahan, nyeri tekan yang berlebihan dan
eksudat yang berlebihan.
Rasional : Dapat menunjukkan trauma berlebihan pada
jaringan parenial dan atau terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi
intervensi lebih lanjut.
c) Anjurkan
pada pasien untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh genital.
Rasional : membantu mencegah penyebaran infeksi.
d) Catat
jumlah dan bau lochea atau perubahan yang abnormal.
Rasional : Lochea normal mempunyai bau amis, lochea
yang purulen dan bau busuk menunjukkan adanya infeksi.
e) Anjurkan
pada pasien untuk mencuci perineum dengan menggunakan sabun dari depan
kebelakang dan untuk mengganti pembalut sedikitnya setiap 4 jam atau jika pembalut
basah.
Rasional : Membantu mencegah kontaminasi rektal
memasuki vagina atau uretra
f) Ajarkan
pada klien tentang cara perawatan luka perineum.
Rasional : Meningkatkan pengetahuan klien tentang
perawatan vulva/ perineum.
g) Kolaborasi
untuk pemberian anti biotic
Rasional : Mencegah infeksi dan penyebaran
kejaringan sekitar.
·
Resiko tinggi
konstipasi berhubungan dengan kurangnya aktivitas fisik nyeri saat defekasi.
1. Tujuan
:
Konstipasi tidak terjadi
2. Kriteria
:
Pasien mampu melakukan kembali kebiasaan defekasi seperti
biasanya dengan ketidaknyamanan minimal.
3. Intervensi
:
a) Auskultasi
adanya bising usus.
Rasional : mengevaluasi fungsi usus
b) Kaji
terhadap adanya hemoroid dan berikan informasi tentang memasukkan heromoid
kembali ke dalam rektal dengan jari yang dilumasi.
Rasional : Menurunkan ukuran hemoroid, menghilangkan
gatal dan ketidaknyamanan dan meningkatkan vaso konstriksi lokal.
c) Anjurkan
klien minum secara adekuat ± 1500-2000ml/ hari.
Rasional :Peningkatan cairan akan merangsang
eliminasi.
d) Anjurkan
klien untuk mengkonsumsi bahan makanan yang berserat tinggi seperti : sayuran
dan buah-buahan.
Rasional :Melancarkan pencernaan
e) Anjurkan
klien untuk rendam duduk dengan air hangat sebelum relaksasi.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan dan mengurangi
rasa nyeri.
f) Anjurkan
pasien untuk ambulasi sesuai toleransi
Rasional : Membantu maningkatkan peristaltik
gastrointestinal.
g) Berikan
pelunak feses atau laksatif jika diindikasikan.
Rasional : Untuk meningkatkan kembali kebiasaan
defekasi normal dan mencegah menjelang atau strees perineal selama defekasi.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setelah membahas makalah ini maka
penulis dapat memberikan kesimpulan yaitu:
1.
Perlukaan pada jalan lahir sebagai
akibat persalinan normal terutama pada seorang primipara, baik itu berupa
robekan perinium, robekan serviks atau rupture uteri sangat perlu dilakukan
heacting perinium agar jaringan tubuh (perinium) dapat menyatu kembali.
2.
Robekan jalan lahir selalu
memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi banyaknya. Perdarahan yang
berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi, yaitu sumber dan jumlah
perdarahan sehingga dapat diatasi. Peranan perawat dan bidan atau disebut
penolong harus segera melakukan tindakan penjahitan luka/hecting agar segera menghentikan pendarahan.
4.2 Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan dari pembahasan
makalah ini adalah :
6.
Mahasiswa dan pembaca diharapkan
agar dapat mengerti tentang robekan jalan lahir sampai dengan melakukan hecting perineum beserta tehnik-tehniknya.
Dan dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi klien serta mampu memberikan
asuhan secara komprehensif.
7.
Mahasiswa dan pembaca diharapkan
dapat mengerti dan menguasai serta dapat melakukan tindakan penjahitan perineum
dengan prinsip-prinsip dan teknik-teknik yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Dep.Kes
RI. 2004. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta; EGC
Mochtar,
R. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta; EGC. Edisi 2 Jilid 1
Pusdiknakes.
2003. Buku 3 Asuhan Intrapartum. Jakarta;
EGC
Sarwono P.
2003. Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta; YBP SP
Scoot, J, dkk. 2002. Dandorft Buku Saku Obstetri Dan
Ginekologi, Cetakan I Widya Merdeka : Jakarta
Tucker, Susan M. 2001.Standart Perawatan Pasien: Proses Keperawatan ,Diagnosa, dan Evaluasi. Vol.4,Alih Bahasa:
Yasmin Asih, EGC,Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar